Fiqh Kesenian KiaiKanjeng di Malaysia

Sesudah tahun lalu tampil dua malam berturut-turut di Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur Malaysia, 13 an 14 Pebruari 2005 kembali KiaiKanjeng manggung dan memberi persembahan yang sangat berbeda dengan sebelumnya. KiaiKanjeng di Malaysia sudah tidak berada pada tahap di mana mereka perlu membuktikan kemampuan karya atau kecanggihan musikalnya. Yang ditunggu oleh publik Malaysia dari KiaiKanjeng adalah eksplorasi nilai dan wawasan yang lebih luas dan ragam, karena dalam hal penampilan musik mereka sudah memastikan nomer-nomer KiaiKanjeng tak usah diragukan lagi keunikan dan kejutan-kejutan estetiknya. Maka pada persembahan 13 Pebruari, KiaiKanjeng meletakkan suguhan nomer-nomer musiknya di dalam pemaparan fiqih Islam, pemetaan nilai-nilai dasar dan berbagai cakrawala budaya Islam. Itu membuat para pendengar musik, penikmat seni Islam maupun para pelaku seninya sendiri merasa aman dan mantap mengekspressikan dan menikmatinya. "Kita bernyanyi, berdagang di pasar, bekerja di kantor, atau melakukan apapun di dunia ini, harus bebas dari kemarahan Allah", kata Cak Nun, "maka sebelum menabuh gendang dan meniup seruling, perlu ada kejelasan statusnya di dalam wilayah hukum Islam". Cak Nun kemudian menjelaskan peta ayat-ayat Al-Quran yang menyangkut ibadah mahdlah dan ibadah muamalat. Yang pertama bersifat "take it or leave it", berprinsip "apa saja dilarang, kecuali yang diperintahkan oleh Tuhan". Jumlah ayatnya sekitar 3,5% dari Al-Quran. "Saham Allah atas hidup manusia sebanyak 100%, tapi Ia minta 'upah' hanya 3,5%. Ibadah mahdlah itu hanya memberi dua pilihan: dikerjakan atau ditolak. Tidak perlu ada kreativitas bentuk dan caranya. Rakaat shalat tak bisa ditawar, naik haji harus ke Mekah dst. Kerjakan atau tinggalkan, itu dogma, 'upah' mutlak bagi Allah dari manusia. Allah hanya minta hambaNya shalat 5 kali sehari, padahal berdasar saham 100%-Nya, sebenarnya Allah berhak menyuruh kita shalat 100 kali sehari, bahkan berhak mengambil nyawa kita kapan saja Ia mau". Adapun ibadah muamalat, prinsipnya "silahkan melakukan apa saja, kecuali yang dilarang oleh Allah". Maka sifatnya adalah tawaran untuk kreatif. Silahkan bikin apa saja: negara, demokrasi, teknologi, mall dan plaza, mode pakaian, konser musik, kapal dan pesawat, apa saja, asal dibatasi pada garis yang tak melanggar laranga Allah. "Tak melanggar larangan Allah itupun", kata Cak Nun, "salah kalau diartikan bahwa Allah perlu melarang manusia. Larangan itu merupakan cara Allah menjaga agar manusia tetap berada pada kesehatan dan kemashlahatan hidup". Cak Nun mengatakan: "Shalat adalah ibadah, juga bekerja di kantor dan bermain musik adalah ibadah. Masing-masing ada tempat dan propirsinya masing-masing. Tak ada beda antara Masjid dengan pasar dalam konteks ibadah, karena semua jengkal bumi Allah adalah Masjid ibadah bagi setiap muslim". *****

Comments

Popular posts from this blog

Pelatihan Jardiknas

Senin pagi ini